Dapatkan Informasi dan Berita Seputar Kalimantan Tengah Terkini hanya di eraKalteng.com

Abdul Hafid Serap Aspirasi Pendamping Desa di Kotim

FOTO: Anggota DPRD Kalimantan Tengah, Abdul Hafid, pada saat melakukan reses perseorangan untuk menyerap aspirasi pendamping desa di Kabupaten Kotawaringin Timur, beberapa waktu lalu. ERA KALTENG

PALANGKA RAYA – Anggota DPRD Kalimantan Tengah, Abdul Hafid mengungkapkan, pendamping desa di Kabupaten Kotawaringin Timur mengeluhkan sulitnya akses transportasi di Kecamatan Pulau Hanaut.

“Berdasarkan keterangan para pedamping desa, di Kecamatan Pulau Hanaut itu tidak ada akses jalan darat sehingga mereka keterbatasan dalam melakukan aktivitas pendampingan kepada warga,” bebernya, Selasa, 4 Maret 2025.

Dia mengungkapkan, pendamping desa juga mengeluhkan harga padi yang tidak stabil membuat petani di kecataman setempat kini banyak yang telah beralih untuk berkebun kelapa sawit dan pedagang.

Untuk itu para pendamping desa mengusulkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada program cetak sawah, tetapi juga peningkatan jumlah petani dan jaminan distribusi hasil panen.

“Kalau tidak ada petaninya, bagaimana sawah bisa dimanfaatkan dengan maksimal? Tentu aspirasi seperti ini akan kami perjuangkan untuk bisa diakomodasi nantinya,” ucapnya.

Hafid juga mengungkapkan, berdasarkan keterangan pendamping desa di Kecamatan Pulau Hanaut, kondisi infrastruktur penunjang kegiatan pertanian yang buruk, menjadi kendala utama dalam sulitnya distribusi hasil pertanian warga.

Untuk itu, mereka mengharapkan adanya peningkatan infrastruktur penunjang pertanian agar warga dapat dengan mudah mendistribusikan hasil panen ke Kabupaten Kotawaringin Timur dan daerah lainnya di Kalimantan Tengah.

“Infrastruktur ini memang instrumen yang sangat penting dalam sektor pertanian, meskipun hasil panennya sangat bagus kalau tidak didukung dengan infrastruktur yang bagus, akan menjadi permasalahan tersendiri,” ujarnya.

Hafid juga mengungkapkan berbagai permasalahan yang ada di wilayah utara Kotawaringin Timur, yakni konflik sering terjadi antara masyarakat desa dan perusahaan besar swasta dan kesulitan dalam mediasi konflik.

Hal tersebut dikarenakan keterbatasan wewenang pendamping desa karena solusi ada di manajemen perusahan di pusat, sehingga diperlukannya solusi agar masyarakat dan investor bisa berjalan berdampingan.

Selain itu, terdapat juga usulan bantuan operasional dengan penyesuaian kondisi geografis, seperti desa wilayah terpencil tentunya memerlukan biaya yang lebih tinggi.

“Saya akan menuangkan pokok-pokok pikiran ke dalam laporan hasil reses yang akan disampaikan pada rapat paripurna dan diteruskan ke pemerintah melalui DPMD Kalimantan Tengah, semoga ini bisa menjadi perhatian demi memajukan desa di Kotim,” pungkasnya.

(ira/erakalteng.com)