PALANGKA RAYA – Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Siti Nafsiah, menyampaikan pihaknya akan melakukan konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait Raperda tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan atau yang disebut Raperda Tambang.
“Langkah ini, dilakukan untuk mempercepat pembahasan agar raperda tersebut segera disahkan,” katanya, Rabu (10/9).
Siti yang juga menjabat Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Tambang mengungkapkan, pembahasan pasal demi pasal sudah dirampungkan bersama tim dari Pemerintah Provinsi Kalteng.
Tahap selanjutnya adalah menjadwalkan konsultasi, baik ke kementerian teknis maupun ke daerah lain yang telah memiliki perda serupa. Hal ini untuk memperkaya substansi sekaligus memastikan sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Menurutnya, raperda ini merupakan turunan dari berbagai regulasi pusat, seperti UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, PP Nomor 96 Tahun 2021 jo PP Nomor 25 Tahun 2024, serta Perpres Nomor 55 Tahun 2022. Salah satu poin penting yang dibahas adalah terkait Izin Pertambangan Rakyat (IPR), yang dalam UU mencakup mineral logam, non-logam hingga batuan.
“Konsultasi ke Kemendagri penting agar judul dan materi muatan raperda tidak dianggap melampaui kewenangan daerah, sekaligus tetap sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan,” jelas Siti.
Ia menambahkan, Pansus juga akan melakukan studi banding ke Jawa Tengah untuk menggali pengalaman praktis, khususnya dalam mengatur IPR logam.
Hal ini, lanjutnya, menjadi penting agar raperda tidak hanya sah secara formil, tetapi juga aplikatif di lapangan. DPRD Kalteng sendiri berkomitmen mempercepat proses pembahasan agar raperda bisa disahkan tahun ini sesuai jadwal Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda).
Meski begitu, Siti menegaskan percepatan tetap bergantung pada fasilitasi dan klarifikasi materi di Kemendagri.
“Kami meyakini, kehadiran perda ini akan memperkuat tata kelola pertambangan daerah, meningkatkan kepastian hukum, menekan praktik tambang ilegal, serta memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan masyarakat Kalteng,” pungkasnya.
(ira/erakalteng.com)





























