SAMPIT – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menyatakan keprihatinan mendalam terkait ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang membayangi ribuan tenaga kontrak non-database (tekon non-database) di lingkungan pemerintah daerah.
Persoalan status ketenagakerjaan ini menjadi isu krusial yang memerlukan penanganan cepat dan tepat dari Pemerintah Kabupaten Kotim.
Para pekerja yang berstatus tekon non-database ini diketahui memegang peranan vital dalam memastikan kelancaran operasional pemerintahan, terutama dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Meskipun kontribusi mereka dinilai besar dan signifikan, ribuan pekerja tersebut hingga saat ini masih dihadapkan pada ketidakpastian nasib mengenai kelanjutan status pekerjaan mereka di masa depan.
Menyikapi kondisi tersebut, Wakil Ketua II DPRD Kotim, Rudianur, angkat bicara. Ia dengan tegas menekankan pentingnya mencari solusi konkret secepatnya untuk mengatasi persoalan PHK massal ini.
“Penundaan dalam pengambilan keputusan dapat menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang serius dan berpotensi meluas di wilayah Kotim,” ujarnya, Selasa, 21 Oktober 2025.
Rudianur menambahkan bahwa tekon non-database bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian integral yang memiliki kontribusi penting dalam berbagai aspek operasional pemerintahan.
“Ketidakjelasan status mereka saat ini dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas pelayanan publik yang selama ini sudah berjalan baik berkat peran mereka,” ungkapnya.
Oleh karena itu, DPRD Kotim mendesak Pemerintah Kabupaten untuk segera memberikan kepastian status kepada seluruh tekon non-database. Kepastian ini tidak hanya menyangkut keberlanjutan pekerjaan, tetapi juga menyangkut perlindungan hak-hak normatif para pekerja yang telah mendedikasikan waktu dan tenaganya untuk kepentingan publik.
“DPRD Kotim berharap agar Pemkab Kotim dapat segera merumuskan kebijakan yang berpihak pada nasib para pekerja ini, mengingat potensi krisis ketenagakerjaan yang besar jika PHK massal benar-benar terjadi. Penuntasan persoalan ini menjadi prioritas agar tidak memicu gejolak sosial dan ekonomi yang dapat merugikan daerah,” tutupnya.
(SD/ERakalteng.com)

























