SAMPIT – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Rudianur, belum lama ini melaksanakan kegiatan reses di Daerah Pemilihan (Dapil) III.
Dalam interaksi dengan Masyarakay, isu krusial yang mengemuka adalah seputar sektor ketahanan pangan, khususnya mekanisme dan harga pembelian gabah petani yang menjadi tumpuan hidup sebagian besar warga di wilayah tersebut.
“Isu harga gabah ini kembali hangat seiring dengan perbincangan mengenai komitmen Presiden Prabowo Subianto, yang sebelumnya mengatakan bahwa Perum Bulog akan membeli langsung gabah dari petani. Harga yang ditetapkan bagi petani adalah sebesar Rp6.500 per kilogram,” ungkapnya, Kamis, 16 Oktober 2025.
Lanjutnya, janji ini disambut baik oleh masyarakat petani di Kotim sebagai langkah signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menstabilkan komoditas pangan.
Rudianur menjelaskan bahwa aspirasi yang disuarakan oleh para petani di Dapil III sangat spesifik dan mendesak.
“Mereka menuntut agar Bulog benar-benar merealisasikan pembelian sesuai janji, yaitu dengan melakukan penimbangan gabah langsung di lokasi panen,” katanya.
Rudianur mengatakan, langkah ini dipandang esensial untuk memangkas mata rantai distribusi yang panjang dan memastikan harga yang dijanjikan tidak tergerus oleh perantara.
“Setelah panen gabah-gabah tersebut langsung ditimbang di lokasi, nah ini yang diminta oleh masyarakat,” ujar Rudianur,
Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat secara efektif menghindari praktik permainan harga oleh tengkulak.
Namun, Rudianur menemukan adanya perbedaan signifikan antara harapan yang tinggi dari masyarakat dengan kenyataan di lapangan.
Dirinya menerima laporan bahwa Bulog di tingkat daerah justru menerapkan kebijakan yang berbeda. Alih-alih menerima gabah basah langsung dari lokasi panen, Bulog di daerah dilaporkan hanya bersedia menerima padi kering.
“Inilah yang menjadi masalah, kenapa pada saat ini penyampaian Bulog malah berbeda Perbedaan kebijakan ini dikhawatirkan akan merugikan petani dan membuat janji harga Rp6.500 per kilogram sulit tercapai,” imbuhnya.
Menanggapi situasi ini, Rudianur berjanji akan meneruskan aspirasi dan permasalahan ini kepada pihak-pihak terkait, mencari solusi konkret serta penyesuaian kebijakan agar janji tersebut dapat terwujud demi kesejahteraan petani Kotim.
(Sd/Erakalteng.com)