SAMPIT – Aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), dikabarkan kembali marak. Setelah sempat menjadi target razia besar-besaran oleh aparat beberapa waktu lalu, para penambang kini dilaporkan kembali beroperasi di sepanjang aliran Sungai Desa Kawan Batu.
Kebangkitan kembali aktivitas ilegal ini menimbulkan kekhawatiran terkait dampak lingkungan yang ditimbulkannya.
Penggunaan zat kimia berbahaya dan kerusakan ekosistem sungai menjadi ancaman serius akibat praktik penambangan liar yang tidak terkontrol.
Meski mengetahui risiko tersebut, kondisi perekonomian tampaknya mendorong masyarakat kembali melakukan kegiatan PETI.
Menanggapi situasi ini, Sekretaris Komisi I DPRD Kabupaten Kotim, Muhammad Abadi, mengeluarkan pernyataan tegas. Ia mendesak agar pemerintah daerah tidak hanya berfokus pada langkah penertiban, namun juga harus memikirkan dan menawarkan solusi konkret bagi masyarakat sekitar.
Menurut Abadi, walaupun aktivitas tambang tersebut jelas merupakan tindakan ilegal dan perlu ditindak sesuai hukum, pemerintah wajib mencarikan jalan keluar yang berpihak kepada kepentingan warga. Ini adalah kunci agar penertiban tidak menjadi siklus yang terus berulang tanpa penyelesaian akar masalah.
Anggota legislatif itu menyoroti bahwa masyarakat melakukan penambangan ilegal tersebut untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
“Karena masyarakat melakukan aktivitas tersebut juga untuk keperluan makan, apalagi saat ini mencari pekerjaan semakin sulit,” ujarnya, Rabu, 29 Oktober 2025.
Oleh karena itu, DPRD Kotim mendesak Pemerintah Kabupaten Kotim untuk hadir secara menyeluruh. Diperlukan sinergi antara penegakan hukum dan program pemberdayaan ekonomi atau penciptaan lapangan kerja sebagai langkah strategis jangka panjang, sehingga masyarakat memiliki alternatif mata pencaharian yang legal dan berkelanjutan.
(Sd/erakalteng.com)

























