SAMPIT – PT Bumi Makmur Waskita (BMW) memberikan klarifikasi menyusul aksi demonstrasi yang dilakukan sejumlah warga mengatasnamakan Desa Karang Tunggal di depan Kantor Gubernur Kalimantan Tengah. Perusahaan tambang tersebut menyatakan kebingungan atas tuntutan yang dinilai tidak sesuai fakta di lapangan.
“Kami sangat heran dengan protes ini, karena proses klarifikasi dan mediasi sudah berjalan dari tingkat desa, kecamatan, hingga RDP bersama DPRD Kotim. Bahkan saat ini masih ditangani Polda, dan tiba-tiba sudah dibawa ke tingkat gubernur,” ujar Kepala Teknik Tambang PT BMW, Rico Harianto, Jumat, 25 Juli 2025.
Rico menegaskan bahwa aktivitas pertambangan perusahaan dilakukan sepenuhnya di wilayah administratif Desa Bajarau, Kecamatan Parenggean, bukan di Karang Tunggal seperti yang diklaim sejumlah warga. Validitas lokasi ini, kata dia, dapat diverifikasi melalui data dari Dinas Tata Ruang maupun instansi teknis lainnya.
“Silakan dicek, lokasi kegiatan kami berada di Bajarau. Klaim menyebut kami masuk Karang Tunggal tidak berdasar,” tegas Rico.
Terkait desakan masyarakat soal tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR, Rico menjelaskan bahwa PT BMW belum dapat menyalurkan program CSR secara resmi karena perusahaan masih dalam masa awal operasional dan belum membukukan deviden.
Meski demikian, PT BMW sudah merancang Program Pemberdayaan Masyarakat (RIPDM) yang di antaranya mencakup bantuan pendidikan (beasiswa), makanan gratis, layanan kesehatan, hingga perlengkapan sekolah berupa kursi dan meja.
“Program-program ini sedang dalam tahap persiapan dan akan segera diluncurkan dalam waktu dekat,” tambahnya.
Terkait Sengketa Lahan
Rico juga menanggapi konflik kepemilikan lahan yang dikaitkan dengan operasional tambang. Ia menyatakan bahwa pihak perusahaan membeli tanah dari seseorang bernama Muer dengan bukti kepemilikan berupa SPT tahun 2008, yang disebut lebih lama dibanding SPT pihak penuntut, yang baru terbit tahun 2013 dan 2016.
“Kalau Pak Tokaji atau Pak Widodo yakin lahan itu milik mereka, silakan tempuh jalur hukum. Jangan hanya berasumsi. Biarkan pengadilan yang memutuskan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengklaim bahwa sebagian besar peserta aksi bukanlah warga asli Karang Tunggal. “Menurut laporan tim kami, jumlah warga Karang Tunggal yang hadir tak sampai 10 orang. Sisanya kami tidak tahu, bisa jadi bukan warga setempat,” katanya.
Hasil RDP DPRD Kotim
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD Kotim pada 19 Mei 2025, memang terungkap adanya tumpang tindih klaim lahan antara PT BMW dan beberapa warga.
Namun, hasil rapat menyimpulkan bahwa SPT milik PT BMW yang terbit tahun 2008 memiliki kekuatan legal lebih awal dibandingkan milik warga.
Bagi warga yang mengklaim lahan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), DPRD merekomendasikan proses verifikasi dan appraisal resmi apabila nantinya ada skema ganti rugi.
DPRD juga meminta agar aktivitas operasional PT BMW tetap berjalan sembari menunggu penyelesaian hukum, dengan catatan seluruh pihak menjaga ketertiban dan tidak membuat kegaduhan di lapangan.
(ira/erakalteng.com)